Kritik Sastra Puisi Satu atau Dua Karya Najwa Shihab


KRITIK SOSIOLOGI SASTRA PUISI

Satu atau Dua
Karya : Najwa Shihab
Lanskap politik kita menjadi amat hitam putih
Sulit sekali menemukan suara yang jernih

Kampanye pilpres kadung dipenuhi dengan kebisingan
Terlalu banyak pernyataan tapi amat sedikit gagasan

Rasanya argumen tak dikembangkan
Malah volume suara yang dibesarkan

Tak ada bedanya sudah kampanye atau bukan
Karena keberisikannya tak terbedakan

Para pendukung pun sibuk mengamplifikasi keriuahan
Semua ramai-ramai menjadi jubir di keseharian

Padahal publik seharusnya tekun menyusun pertanyaan
Sebelum benar-benar memutuskan sebuah pilihan

Jangan sampai Pemilu dikendalikan perasaan
Demokrasi seharusnya memperkuat jalan pikiran

Jakarta, 11 November 2018

Najwa Shihab yang akrab dipanggil Nana adalah seorang Wartawan dan tuan rumah sekaligus pembawa acara televisi Mata Najwa yang tayang pada setiap Rabu pukul 20.00 WIB di Trans7. Puisi “Satu atau Dua” adalah puisi yang dibacakan dalam acara televisi Mata Najwa pada tanggal 11 November 2018.
Judul puisi tersebut menggambarkan calon presiden Indonesia “Satu” merupakan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 1 Joko Widoo dan Ma’ruf Amin “Dua” merupakan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 2 Prabowo Subianto dan Sandiaga Salahuddin Uno. “Siapakah yang akan menjadi wakil Indonesia diantara kedua pasangan tersebut ?” pertanyaan seperti itulah yang seringkali muncul dalam benak rakyat Indonesia.
Isi puisi tersebut Puisi tersebut mengambarkan kehidupan negara Indonesia saat ini, dimana kabar politik asyik dibincangkan dimana-mana. Rakyat sibuk membahas siapakah yang akan menjadi wakil mereka sejak tahun 2019 nanti. Kisah politik di Indonesia saat ini, yang mana hal negatif yang amat sangat sering terjadi, seperti pada bait “Kampanye pilpres kadung dipenuhi dengan kebisingan. Rakyat lebih mengedepankan kemarahan daripada perdamaian, seperti pada bait “Para pendukung pun sibuk mengamplifikasi keriuahan”.
Terdapat beberapa bait yang pada Larik awal puisi tersebut bermakna kritikan terhadap politik di Indonesia seperti pada “Para pendukung pun sibuk mengamplifikasi keriuahan“ dan larik ke dua bermkna bukti dari keritikan pada bait pertama “Semua ramai-ramai menjadi jubir di keseharian”.  Seperti pada bait ke 1,2,3,4, dan 5.
Bait ke-6 “Padahal publik seharusnya tekun menyusun pertanyaan /Sebelum benar-benar memutuskan sebuah pilihan” penulis menyiratkan saran di dalamnya, bahwa rakyat sebaiknya berfikir dahulu, berkonsultasi, dan berdiskusi antara yang satu dengan yang lain sebelum mereka memilih agar terdapat hasil yang baik di akhirnya.
Najwa Shihab menyertakan pesan dan saran dalam bait akhir puisi tersebut “Jangan sampai Pemilu dikendalikan perasaan/Demokrasi seharusnya memperkuat jalan pikiran”. Pesan agar rakyat Indonesia berpikir sebelum bertindak dan menghadapi pemilu dengan perdamaian tanpa dendam. Saran agar rakyat berdemokrasi dengan jalan pikiran yang kuat tidak dengan berpikir pendek lalu bertindak.
Najwa Shihab tidak hanya sekedar menulis dan membaca puisi saja, namun banyak pesan tersirat di dalamnya yang sangat penting dijadikan acuan hidup rakyat Indonesia agar menjadi rakyat yang berfikir positif dan bekerja kreatif, karena rakyat yang menentukan nasib negara di masa akan datang.
Kekurangan puisi tersebut terdapat pemilihan kata yang jarang didengar oleh masyarakat sehingga puisi tersebut sulit dipahami seperti “Lanskap argument, dan mengamplifikasi”. Pemilihan rima kembar pada akhir kata dan tidak ada kata konjungsi di awal kalimat merupakan kelebihan puisi tersebut sehingga menarik untuk dibaca dan didengar.  

DAFTAR PUSTAKA
Faruk. 2010. Pengantar Sosiologi Sastra, dari Strukturalisme sampai Post-modernisme. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

HUBUNGAN STILISTIKA DENGAN ILMU LAIN

ANALISIS KLASIFIKASI EMOSI PADA CERPEN BUKAN MAHASISWA SAYA KARYA BUDI DARMA

PEMILIHAN BACAAN SASTRA ANAK