HUBUNGAN STILISTIKA DENGAN ILMU LAIN
MAKALAH
HUBUNGAN STILISTIKA DENGAN ILMU LAIN
Disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah Stilistika
Dosen Pengampu
: Wawan Hermawan, M. Pd.
Naimatul Jannah
5.15.06.13.0.023
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
ISLAM MAJAPAHIT
MOJOKERTO
2017
KATA PENGANTAR
Segala
puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kemudahan kepada
kami dalam pentusunan laporan ini.
Salawat
beriring salam juga tak lupa kami sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah
menghantarkan kehidupan ini menjadi lebih berakhlaqul karimah.
Dalam penyusunan makalah ini banyak mengalami hambatan namun berkat arahan dan bimbingan
dari berbagai pihak maka kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini kami sampaikan terima kasih kepada dosen pengampu kami bapak Wawan Hermawan,
M. Pd. Yang telah banyak membantu kami untuk menyelesaikan makalah ini. Dan
kepada semua pihak yang telah memberikan masukan dan arahan sehingga makalah ini dapat diselesaikan.
Kami
sangat menyadari bahwa makalah ini masih banyak terhadap kekurangan dan
kekeliruan dan masih jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu saran dan kritik
pembaca kami harapkan demi kesempurnaan di masa yang akan datang. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita.
Mojokerto, 18 Maret 2017
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR …………………………………………………………………………………………...i
DAFTAR ISI ………………………..…………………………………………………ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Stilistika
menurut Sudjima (dalam Satoto, 1995: 6) adalah ilmu yang meneliti penggunaan
bahasa dan gaya bahasa di dalam karya sastra. Sangat menarik bahwa dalam
perkembangan linguistik terapan bahwa munculnya minat bahkan kesungguhan hati
para pakar linguis untuk menerapkan teori dan pendekatan linguistik dalam
rangka pengkajian sastra (Satoto, 1995:6). Begitu eratnya pengkajian bahasa dan
sastra, sehingga bidang studi stilistika menjadi incaran yang menggairahkan
bagi para ahli bahasa dan aahli sastra. Stilistika adalah studi yang
menjembatani pengkajian bahasa dan sastra dengan mengkaji apa sebenarnya
hubungan antara bahasa dan sastra (Satoto, 1995:6).
Ciri khas
sebuah karya sastra tidak saja dilihat berdasarkan genrenya, tetapi dapat pula
dilihat melalui konvensi sastra maupun konvensi bahasanya. Khusus dalam kaitan
bahasa dalam sastra, pengarang mengeksploitasi potensi-potensi bahasa untuk
menyampaikan gagasannya dengan tujuan tertentu.
Menurut
Aminuddin (2008) gaya merupakan perwujudan penggunaan bahasa oleh seorang
penulis untuk mengemukakan gambaran, gagasan, pendapat, dan membuahkan efek
tertentu bagi penanggapnya sebagaimana cara yang digunakannya. Sebagai wujud
cara menggunakan kode kebahasaan, gaya merupakan relasional yang berhubungan
dengan rentetan kata, kalimat dan berbagai kemungkinan manifestasi kode
kebahasaan sebagai sistem tanda. Jadi, gaya merupakan simbol verbal.
B. Rumusan
Masalah
1. Hubungan
Stilistika dengan Sastra
2. Hubungan
Stilistika dengan Estetika
3. Hubungan
Stilistika dengan Retorika
4. Hubungan
Stilistika dengan Semiotika
C. Tujuan
Masalah
1. Untuk
mendeskripsikan hubungan Stilistika dengan Sastra
2. Untuk
mendeskripsikan hubungan Stilistika dengan Estetika
3. Untuk
mendeskripsikan hubungan Stilistika dengan Retorika
4. Untuk
mendeskripsikan hubungan Stilistika dengan Semiotika
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hubungan
Stilistika dengan Sastra
Sastra merupakan bidang kajian yang
begitu banyak mengandung bidang pandang. Bagi setengah orang sastra itu dinilai
sebagai kreasi seni yang mengandung nilai-nilai luhur, nilai moral, yang
berguna untuk mendidik umat. Sastra merupakan karya seni kreatif yang berupa
media yang memiliki dua fungsi pokok yaitu, pertama, menyampaikan ide, teori,
emosi, sistem berpikir, dan pengalaman keindahan manusia. Kedua, menampung ide,
teori, emosi, sistem berpikir, dan pengalaman keindahan manusia. Untuk
menjalankan kedua fungsi itu sebuag karya sastra hendaknya tidak hanya
terbebani oleh isi yang bermutu tetapi juga memiliki gaya penyampaian yang
indah, menarik, dan memikat.
Sastra
mengandung sifat khas yang memiliki kualitas atau nilai yang istimewa. Selain
itu, sastra juga memiliki sistem penyajian yang berupa bahasa. Sastra juga
memiliki komunikasi yang khas sehingga gaya penulisan yang dipilih sastrawan
sangat beragam. Pengarang memiliki kebebasan dalam memilih gaya penyampaian
gagasan atau ide tanpa perlu mempertimbangkan siapa penanggap atau siapa yang
membaca karyanya.
Menurut
Luxemburg (dalam Semi, 2008:3) terdapat lima aspek karya sastra, yaitu sebagai
berikut. Pertama, sastra merupakan sebuah ciptaan, sebuah kreasi.
Kreasi di sini adalah kreasi seniman atau sastrawan yang menciptakan kehidupan
baru di bumi ini yang disajikan dalam karyanya. Kedua, sastra
bersifat otonom, artinya sebuah karya sastra adalah sebuah “individu” yang
mandiri yang memiliki sistem sendiri, yang tidak mengacu pada yang
lain. Ketiga, karya sastra memiliki koherensi, artinya sebuah karya
sastra memiliki hubungan erat dan selaras antara bentuk dan isi, dan di antara
unsur-unsur lain yang berada di dalamnya. Keempat, sastra
menghidupkan sebuah sintesis, yaitu sintesis antara hal-hal yang paling
bertentangan, seperti antara roh dan benda. Kelima, sastra
mengungkapkan yang tak terungkapkan, hal ini terjadi karena sastra merupakan
hasil kreasi sastrawan yang memiliki kemampuan yang hebat dalam berpikir,
berimajinasi sehingga mereka dapat melihat nilai-nilai kehidupan yang bagi
orang lain tidak terlihat.
Kebebasan
pengarang dalam menuangkan ide atau gagasan ke dalam bentuk karya sastra tidak
bisa dianalisis atau ditelaah hanya menggunakan ilmu biasa, tetapi harus
ditelaah dengan ilmu khusus yaitu stilistika. Karena stilistika merupakan ilmu
yang mengkaji gaya bahasa yang terdapat dalam suatu karya. Dengan demikian,
dapat dikatakan bahwa stilistika merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
sastra. Bahkan ada yang mengungkapkan bahwa sastra itu adalah stilistika, dan
stilistika itu adalah sastra.
B. Hubungan
Stilistika dengan Ekstetika
Estetika berasal dari bahasa Yunani
yaitu Aisthetike. Pertama kali digunakan oleh filsuf Alexander
Gottlibe Baumgarten pada tahun 1735 untuk pengertian ilmu tentang hal yang
dirasakan lewat perasaan. Kajian estetika akan mengungkapkan keindahan karya sastra.
Keindahan adalah ciptaan pengarang dengan seperangkat bahasa. Melalui
eksplorasi bahasa yang khas, pengarang akan menampilkan aspek keindahan yang
optimal. Keindahan adalah sebuah aplikasi dari interasa dan inscape. Interasa
adalah pengaruh yang nyata dari tangan Tuhan terhadap cipta kreatif terhadap
seorang sastrawan sedangkan Inscape adalah pemahaman atau kekuatan
melihat sesuau dengan pikiran dan hati sebagai suatu pundak realitas dalam
sastra berdasarkan kebenaran Tuhan.
Pada hakikatnya, Stilistika atau Style
merupakan teknik pemilihan ungkapan kebahasaan yang dirasa dapat mewakili
sesuatu yang akan disampaikan atau diungkapkan. Stilistika sangat erat
kaitannya dengan estetika. Di dalam stilistika terdapat nilai
estetik. Estetika merupakan ilmu yang mempelajari tentang keindahan dari
suatu objek yang indah. Nilai estetik mempunyai arti nilai dari suatu keindahan
yang kita rasakan setelah kita menemukan makna kita dapat menilai seberapa
indah objek tersebut. Jadi, di dalam Stilistika terdapat Estetika.
Stilistika
mengkaji berbagai fenomena kebahasaan dengan menjelaskan berbagai keunikan dan
kekhasan pemakaian bahasa adalam karya sastra berdasarkan maksud pengarang dan
kesan pembaca. Estetika sendiri merupakan aspek yang berhubungan dengan
keindahan. Estetika mempelajari aspek yang memberi keindahan pada sebuah karya
seni, termasuk karya sastra.
Secara
sederhana, estetika adalah ilmu yang membahas keindahan, bagaimana ia bisa
terbentuk, dan bagaimana seseorang bisa merasakannya. Estetika merupakan cabang
yang sangat dekat dengan filosofi seni. Dengan demikian, Stilistika dan
estetika mempunyai kesatu paduan dimana Stilistika itu adalah gaya. Gaya selalu
dihubungkan dengan pemakaian bahasa dalam karya sastra. Karya sastra tersebut
merupakan keindahan. Dari keindahan tersebut Estetika berperan sebagai ilmu
yang membahas keindahan, bagaimana karya sastra itu terbentuk, dan bagaimana
seseorang bisa merasakannya.
C. Hubungan
Stilistika dengan Retorika
Stilistika dan retorika merupakan dua
ilmu yang saling berhubungan, berjalan bersama-sama, kadang-kadang berhimpitan.
Hal tersebut terjadi karena kedua ilmu menyangkut kajian yang sama, yaitu
mempersoalkan kehebatan atau keandalan menggunakan bahasa yang bergaya, yang
menarik dan memikat.
Retorika adalah ilmu yang mengajarkan
tindak dan usaha yang efektif dalam persiapan, penataan, dan penampilan tutur
untuk membina saling mengerti dan kerja sama serta kedamainan dalam kehidupan
bermasyarakat (Oka, 1976). Ahli lain, Keraf (1986) menyebutkan batasan retorika
sebagai cara pemakaian bahasa sebagai seni baik lisan maupun tertulis yang
didasarkan pada suatu pengetahuan atau suatu metode yang teratur atau tersusun
baik. Kedua rumusan tersebut mempunyai maksud yang sama yaitu, retorika
merupakan ilmu pemakaian bahasa yang sistematis dan efektif yang memiliki seni.
Di dalam kehidupan berbahasa
khususnya retorika modren, memang lebih ditekankan pada kemampuan berbahasa
tulis yang efektif dan efisien. Keefektifan diarahkan pada pencapaian sasaran
yang tepat dan pemahaman utuh. Sedaangkan keefesian dimaksudkan adalah bahasa
yang digunakan adalah bahasa yang tertata rapi tanpa mengumbar kata yang
banyak.
Untuk memperoleh kemampuan berbahasa
yang efektif dan efesien harus menempuh berbagai cara, antara lain sebagai
berikut:
1. Penguasaan
secara efektif sejumlah besar kosa kata agar mampu memilih kata yang paling
tepat dan sesuai untuk mewadahi gagasan.
2. Penguasaan kaidah kebahasaan (gramatika)
sehingga memberi peluang yang bersangkutan memilih berbagai variasi bentuk
pengungkapan dengan nuansa dan konotasi yang berbeda.
3. Mengenal
dan menguasai berbagai macam ragam dan gaya bahasa, serta mampu menciptakan
gaya yang baru dan lebih hidup.
4. Mengenal
aturan teknis penyusunan berbagai jenis wacana karena setiap wacana memiliki
persyaratan khusus yang dalam pengembangannya.
5. Memiliki
kemampuan bernalar yang benar sehingga gagasan dapat dikelola secara sistematis
dan sekaligus mencegah terjadinya konsep salah nalar dalam berkomunikasi.
Unsur-unsur
yang mendukung terjadinya efek komunikasi yang kuat menurut Ignas Kleden
(1983), antara lain sebagai berikut:
1. Penting atau
berbobotnya pesan yang dikandungnya.
2. Adanya
kecerdasan dan kecendeian.
3. Adanya
elokuensia (eloquence).
Stilistika
dan retorika merupakan dua ilmu yang memiliki beberapa persamaan, yaitu sebagai
berikut:
1. Sama-sama
menggunakan topik bahasan pokok yang sama, yaitu kemampuan berkomunikasi
verbal, baik dalam bentuk lisan dan tulisan.
2. Sama-sama
menganut pandangan bahwa komunikasi yang baik dapat dicapai dengan persiapan
atau perencanaan yang baik dapat dicapai dengan persiapan atau perencanaan yang
baik dan dengan menggunakan teknik atau tata krama penyajian yang baik pula.
3. Sama-sama
menganggap bahwa pencapaian hasil atau tujuan komunikasi yang baik ditentukan
oleh beberapa faktor, yaitu faktor kemampuan penutur, faktor kualitas topik
atau gagasan, faktor sistem penyajian gagasan dengan menggunakan bahasa yang
bergaya dan bernilai estetik, dan faktor kemampuan penanggapan atau penikmatan
oleh pembaca atau pendengar.
Beberapa
perbedaan antara komunikasi sastra (stilistika) dengan komunikasi nonsastra
(retorika) adalah sebagai berikut:
1. Stilistika
bersifat subjektif sedangkan retorika bersifat objektif.
2. Stilistika
bersifat ekpresif sedangkan retorika bersifat impresif.
3. Stilistika
sasarannya perasaan sedangkan retorika sasarannya adalah pikiran.
4. Stilistika
merupakan komunikasi yang memancing keindahan, sedangkan retorika merupakan
komunikasi yang memancing kekuatan.
5. Stilistika
berkecendrungan memunculkan keragaman makna sedangkan retorika memunculkan
kesatuan makna.
D. Hubungan
Stilistika dengan Semiotika
Istilah
semiotik berasal dari bahasa Yunani “semeion” yang berarti tanda atau sign.
Tanda tersebut menyampaikan suatu informasi sehingga bersifat komunikatif,
dapat menggantikan suatu yang lain yang dapat dipikirkan (broadben 1980).
Dengan kata lain Semiotik adalah ilmu yang mempelajari sistem tanda atau teori
tentang pemberian tanda.
A
Teew (1984:6) mendefinisikan Semiotik adalah tanda sebagai tindak komunikasi
dan kemudian disempurnakan menjadi model sastra yang mempertanggung jawabkan
semua faktor untuk pemahaman gejala sastra. Pada mulanya, istilah semiotik
digunakan oleh orang Yunani untuk merujuk pada sains yang mengkaji sistem
perlambangan atau sistem tanda dalam kehidupan manusia. Dari akar kata inilah
terbentuk istilah semiotik yaitu kajian sastra yang saintifk yang meneliti
sistem perlambangan yang berhbung dengan tanggapan dalam karya. Bukan saja
merangkumi bahasa,tetapi juga lukisan,ukiran,potografi,atau yang bersifat
visual.
Kajian
semiotika adalah mengkaji dan mencari tanda-tanda dalam wacana serta
menerangkan maksud dari tanda-tanda tersbut dan mecari hubungannya dengan
ciri-ciri tanda-tanda itu untuk mendapatkan makna siknifikasinya. Semiotik
adalah ilmu sastra yang memahami satra yang mengalami tanda-tanda/perlambangan
yang di temui dalam teks. Bahasa sebagai sistem tanda,sering kali mengandung
sesuatu yang terkadang apa yang dilihat tidak sesuai dengan realita. Apalagi
dalam karya satra, banyak sekali di temukan bahasa-bahasa pengarang yang
mengandung makna yang ambigu, sehingga menimbulkan interprestasi yang berbeda
di setiap pembaca.
Tanda
ada 3, yaitu sebagai berikut.
1. Ikon (Ikonig
Sign), yaitu segala sesuatu yang dikaitkan dengan sesuatu yang lain karena ada
kemiripan/persamaan. Antara penanda dan petanda ada kemiripan. Menunjukkan
sesuatu bukan pada kemiripan tetapi menekankan pada keterkaitan logisnya.
Contoh, foto langsung menunjukkan sesuatu objek yang dimaksud.
2. Indeks
(index), yaitu suatu tanda yang mempunyai kaitan kausal dengan apa yang
diwakilinya. Contoh, asap menunjukan adanya api.
3. Simbol,
yaitu menekankan kepada kesepakatan masyarakat tentang penanda dan petanda
bersifat abitrer. Contoh : Bendera hitam di Sumatera Barat (berduka), Bendera
kuning di Jakarta (berduka). Contoh tersebut karena ada kesepakatan antara
masyarakat setempat.
4. Berdasarkan
penjabaran defenisi diatas, dapat dilihat kedekatan hubungan stilistika dengan
retorika yaitu sama-sama mengkaji bahasa dalam karya sastra, namun subkajiannya
yang berbeda yaitu stilistika mengkaji gaya bahasa, sedangkan semiotik mengkaji
tanda-tanda / perlambangan dalam karya sastra.
5. Persamaan
stilistika dan semiotika terdapat pada bidangnya yaitu sama-sama mengkaji
sastra, stilistika mengkaji gaya bahasa dalam sastra sedangkan semiotika
mengkaji tanda (penanda dan petanda) dalam karya sastra. Selain itu, stilistika
dan semiotika sama-sama menggunakan bahasa sebagai mediumnya.
6. Perbedaan
stilistika dengan semiotika secara garis besar dapat dikatakan terletak pada
kajiannya, stilistika mengkaji bahasa yang digunakan pengarang dalam mencapai
efek keindahan, sedangkan semiotika mengkaji bahasa dalam karya sastra
berdasarkan tanda-tanda/perlambangan.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Stilistika merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari sastra. Bahkan ada yang mengungkapkan bahwa sastra itu adalah
stilistika, dan stilistika itu adalah sastra.
Stilistika dan estetika mempunyai kesatu paduan dimana
Stilistika itu adalah gaya. Gaya selalu dihubungkan dengan pemakaian bahasa
dalam karya sastra. Karya sastra tersebut merupakan keindahan. Dari keindahan
tersebut Estetika berperan sebagai ilmu yang membahas keindahan, bagaimana
karya sastra itu terbentuk, dan bagaimana seseorang bisa merasakannya.
Beberapa
perbedaan antara komunikasi sastra (stilistika) dengan komunikasi nonsastra
(retorika) adalah sebagai berikut:
6. Stilistika
bersifat subjektif sedangkan retorika bersifat objektif.
7. Stilistika
bersifat ekpresif sedangkan retorika bersifat impresif.
8. Stilistika
sasarannya perasaan sedangkan retorika sasarannya adalah pikiran.
9. Stilistika
merupakan komunikasi yang memancing keindahan, sedangkan retorika merupakan
komunikasi yang memancing kekuatan.
10. Stilistika
berkecendrungan memunculkan keragaman makna sedangkan retorika memunculkan
kesatuan makna.
Hubungan stilistika dengan retorika
yaitu sama-sama mengkaji bahasa dalam karya sastra, namun subkajiannya yang
berbeda yaitu stilistika mengkaji gaya bahasa, sedangkan semiotik mengkaji
tanda-tanda / perlambangan dalam karya sastra.
DAFTAR PUSTAKA
Ratna, Nyoman Kutha.
2009. Stilistika: Kajian Puitika Bahasa, Sastra, dan
Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Keraf, Gorys. 2005. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta:
Gramedia.
Aminuddin.
1995. Stilistika: Pengantar Memahami Bahasa dalam Karya Sastra. Semarang:
IKIP Semarang Press.
Komentar
Posting Komentar